AMPUTASI
A.
PENGERTIAN
Amputasi
adalah pengangkatan/pemotongan sebagian anggota tubuh/anggota gerak yang
disebaban oleh adanya trauma, gangguan peredaran darah osteomyelitis,
kanker. Amputasi adalah pengangkatan
melalui bedah/ traumatic pada tungkai (Doenges, 2000). Amputasi adalah memotong
atau memangkas pembuangan suatu anggota badan atau suatu penumbuhan dari badan.
Dengan
melihat beberapa pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa amputasi adalah
pengangkatan/pemotongan/pembuangan sebagian anggota tubuh/anggota gerak yang disebabkan
oleh adanya trauma, gangguan peredaran darah, osteomyelitis, dan kanker melalui
proses pembedahan.
Amputasi pada ekstremitas
sering diperlukan sebagai akibat penyakit vaskuler perifer progresif (sering
sebagai gejala diabetes mellitus), gangrene trauma (cidera remuk, luka bakar
dingin, luka bakar listrik,) deformitas kongenital, tumor ganas. Dari semua
penyebab tadi, penyakit vaskuler perifer merupakan, penyebab yang tertinggi
amputasi ekstermitas bawah.
Kehilangan ekstermitas
atas memberikan masalah yang berbeda bagi pasien daripada kehilangan
ekstermitas bawah karena ekstermitas atas mempunyai fungsi yang sangat
spesialistis.
Alasan utama amputasi
ekstermitas adalah trauma berat (cidera akut, luka bakar listrik, luka bakar
dingin). Tumor ganas, infeksi ( gas gangren pulminan estemilitis kronis.), dan
malformasi koengital.
Amputasi dapat dianggap
sebagai jenis pembedahan rekonstruksi drastis. Digunakan untuk menghilangkan
gejala, memperbaiki fungsi, dan menyelamatkan atau memperbaiki kualitas hidup
pasien. Bila tim perawatan kesehatan mampu berkomunikasi dengan gaya positif,
maka pasien akan lebih mampu menyesuaikan diri terhadap amputasi, dan
berpartisipasi aktif dalam rencana rehabilitasi.
Kehilangan ekstermitas
memerlukan penyesuaian besar. Persepsi pasien mengenai amputasi harus dipahami
tim perawatan kesehatan. Pasien harus menyesuaikan diri dengan adanya perubahan
citra diri permanen, yang harus diseleraskan sedemikian rupa. Sehingga tidak
akan menghilangkan rasa diri berharga. Mobillitas atau kemampuan fisik untuk
melakukan aktifitas kehidupan sehari-hari berubah, dan pasien perlu belajar
bagaimana menyesuaikan aktifitas dan lingkungan untuk mengakomudasikan diri
dengan penggunaan alat bantu dan bantuan mobillitas. Tim rehabillitas bersifat
multi disiplin (pasien, perawat, dokter, pekerjaan sosial, psikologis, ahli
prosthesis pekerjaan rehabilitas vokasional) dan membantu pasien mencapai
derajat fungsi tertinggi mungkin dicapai dan di partisipasi dalam aktifitas
hidup.
B. PATOFISIOLOGI
Berbagai
kondisi kaki yang dapat menyebabkan amputasi, meliputi :
1.
Kondisi fraktur multiple pada
ekstermitas bawah yang tidak mungkin dapat diperbaiki
2.
Keadaan kehancuran jaringan lunak luas
yang tidak mungkin diperbaiki
3.
Kondisi penyakit vaskuler perifer
progresif ( sering sebagai gejala sisa diabetes mellitus )
4.
Infeksi yang berat atau beresiko terjadi sepsis
5.
Adanya tumor-keganasan pada ekstermitas
bawah yang tidak mungkin di terapi secara konservatif
6.
Deformitas organ kongenital
Penyebab amputasi kaki
menimbulkan masalah keperawatan, meliputi keluhan nyeri, resiko syok
hipovolemik. Resiko tinggi infeksi, kerusakan integritas jaringan hanbatan
mobillitas fisik, dan ansietas.
Intervensi amputasi
menyebabkan keterlibatan system tubuh, seperti system integument, system
persyarafan, system muskuluskeletal dan system kardiovaskuler. Lebih lanjut
kondisi amputasi kaki dapat menimbulkan masalah psikologis bagi klien, atau
keluarga berupa gangguan citra tubuh dan penurunan produktifitas. Paska bedah
amputasi kaki menimbulkan dampak resiko komplikasi amputasi, meliputi
perdarahan, infeksi, dan kerusakan kulit. Karena ada pembuluh darah besar yang
di potong, dapat terjadi perdarahan masif. Infeksi yang terjadi merupakan
infeksi pada semua pembedahan ; dengan perdaran darah buruk atau kontaminasi
luka setelah amputasi traumatik, resiko infeksi meningkat.
Penyembuhan
luka yang buruk dan iritasi akibat prosthesis dapat menyebabkan kerusakan
kulit. Kondisi pasca bedah menimbulkan masalah keperawatan nyeri, resiko syok
hipovolemik, resiko tinggi infeksi, kerusakan integritas jaringan, hambatan
mobillitas fisik, dan respon psikologis duka cita terhadap hilangnya organ, dan
pemenuhan informasi.
C. FAKTOR YANG MEMPENGARUHI AMPUTASI
Pasien yang memerlukan
amputasi biasanya muda dengan trauma ekstermitas berat, atau manula dengan
penyakit vaskuker perifer. Orang muda umumnya sehat, sembuh dengan cepat, dan
berpartisipasi dalam program rehabilitasi segera. Karena amputasi sering merupakan
akibat dari cidera, pasien lebih banyak memerlukan dukungan, psikologis untuk
menerima perubahancitra diri dan menerima strees akibat ospitalisasi,
rehabilitas jangka panjang, dan penyesuaian gaya hidup. Pasien ini memerlukan
waktu untuk mengatsai perasaan mereka mengenai kehilangan permanen tadi. Reaksi
mereka susah di duga dan dapat berupa kesedihan terbuka dan kesedihan.
Sebaliknya, lansia
dengan penyakit vaskuler perifer sering mengidap masalah kesehaytan lain.
Termasuk diabetes mellitus dan arterius sklorosis amputasi terapeutik untuk
kondisi yang sudah berlangsung lama. Dapat membebaskan pasien dari nyeri,
dissabillitas, dan ketergantungan. Pasien ini biasanya sudah siap mengatasi
perasaan nya mengatasi amputasi. Perencanaan untuk rehabilitasi psikologi dan
fisiologi dimulai sebelum amputasi dilaksanakan. Namun, kelainan
kardiovaskuler, respirasi, atau neurologic mungkin dapat membatasi kemajuan
rehabilitasi.
D.
PENATALAKSANAAN
Tujuan
utama pembedahan adalah mencapai penyembuhan luka amputasi, menghasilkan sisa
tungkai (puntung) yang tidak nyeri tekan dengan kulit yang untuk penggunaan
prosthesis. Lansia mungkin mengalami keterlambatan penyembuhan, karena nutrisi
yang buruk dan masalah kesehatan lain. Percepatan penyembuhan dapat dilakukan
dengan penanganan yang lembut terhadap sisa tungkai, pengontrolan edema sisa
tungkai dengan balutan kompres lunak atau rigid,
dan menggunakan teknik aseptic dalam perawatan luka untuk menghindari
infeksi.
1. Balutan
rigid tertutup
Digunakan
untuk mendapatkan kompresi yang merata, menyangga jaringan lunak dan mengontrol
nyeri serta mencegah kontraktur. Segera setelah pembedahan balutan gips rigid
dipasang dan dilengkapi tempat memasang ekstensi prosthesis sementara (pylon) dan kaki buatan. Pasang kaos kaki
steril pada sisi steril, dan bantalan
dipasang pada daerah peka tekanan. Sisa tungkai (punting) kemudian dibalut
dengan gips elastis yang ketika mengeras akan memberikan tekanan yang merata.
2. Balutan
lunak
Balutan
lunak dengan atau tanpa kompresi dapat digunakan bila diperlukan inspeksi
berkala sisa tungkai (punting) sesuai kebutuhan. Bidai imobilisasi dapat
dibalutkan pada balutan. Hematoma punting dikontrol dengan alat drainase luka
untuk meminimalkan infeksi.
3. Amputasi
bertahap
Amputasi
bertahap dilakukan bila ada gangren atau infeksi. Pertama-tama dilakukan
amputasi guillotine untuk mengangkat
semua jaringan nekrosis dan sepsis. Luka didebridemen dan dibiarkan mengering.
Sepsis ditangani dengan antibiotic . dalam beberapa hari, bila infeksi telah
terkontrol dan klien telah stabil, dilakukan amputasi definitif dengan
penutupan kulit.
4. Prosthesis
Protesis
sementara kadang diberikan pada hari
pertama pasca bedah, sehingga latihan segera dapat dimulai. Keuntungan
menggunakan prosthesis sementara adalah membiasakan klien menggunakan
prosthesis sedini mungkin. Kadang prosthesis darurat baru diberikan setelah
satu minggu luka menyembuh tanpa penyulit. Pada amputasi karena penyakit
pembuluh darah, prosthesis sementara diberikan setelah empat minggu.
Prosthesis bertujuan untuk mengganti
bagian ekstremitas yang hilang. Artinya defek system musculoskeletal harus
diatasi, termasuk defek faal. Pada ekstemitas bawah, tujuan prosthesis ini
sebagian besar dapat dicapai. Sebaliknya untuk ekstremitas atas, tujuan itu
sulit dicapai bahkan dengan tangan mioelektrik canggih yang bekerja atas
sinyal mioelektrik dari otot biseps dan
triceps.
E.
TINGKAT/BATAS
AMPUTASI
Batas amputasi ditentukan oleh luas dan jenis
penyakit. Batas amputasi pada cedera ditentukan oleh peredaran darah yang
adekuat. Batas amputasi pada tumor maligna ditentukan oleh daerah bebas tumor
dan resiko kekambuhan local. Sedangkan pada penyakit pembuluh darah ditentukan
oleh vaskulrasisasi sisa ekstremitas dan daya sembuh luka sisa tungkai
(puntung).
Mengutip pendapat smeltzer (2002), tempat amputasi
ditentukan berdasarkan 2 faktor, yaitu peredaran darah pada bagian itu dan
kegunaan fungsional, misalnya sesuai kebutuhan prosthesis. Amputasi dilakukan
pada titik paling distal yang masih dapat mencapai penyembuhan.
Batas/tingkat amputasi ekstremitas
bawah yang lazim dipakai,yang disebut batas amputasi.Sedang untuk ekstremitas
atas tidak dipakai batas amputasi tertentu,tetapi dianjurkan sedistal
mungkin.Menurut smeltzer (2002) ,amputasi ekstremitas atas dilakukan pada atas siku (AS) dan bawah siku
(BS).Sedangkan amputasi ekstremitas bawah dilakukan pada atas lutut,disartikulasi
lutut,bawah lutut dan syme
Lima tingkatan amputasi yang sering
digunakan pada ekstremitas bawah menurut Doengoes (2000) adalah telapak dan
pergelangan kaki, bawah lutut,disartikulasi dan atas lutut,diastirkulasi lutut
panggul dan hemipelviktomi dan amputasi
translumbar.Tipe amputasi ada dua yaitu,terbuka(provisional) yang memerlukan
teknik aseptic ketat dan revisi lanjut,serta tertutup atau flap.
F.
KOMPLIKASI
Perdarahan,infeksi,dan kerusakan
kulit merupakan komplikasi amputasi.Perdarahan dapat terjadi akibat pemotongan
pembuluh darah besar dan dapat menjadi
massif.Infeksi dapat terjadi pada semua pembedahan,dengan peredaran darah yang
buruk atau adanya kontaminasi serta dapat terjadi kerusakan kulit akibat
penyembuhan luka yang buruk dan iritasi penggunaan prosthesis.Menurut Pusdiknakes
(1995),komplikasi yang dapat terjadi pada amputasi adalah infeksi,nyeri phantom
(phantom limp-pain) ,neuroma,dan
fleksi kontraktur.
Berdasarkan pendapat diatas dapat
disimpulkan bahwa komplikasi yang dapat terjadi pada amputasi adalah perdarahan,infeksi,nyeri
phantom,neuroma,kerusakan kulit dan fleksi kontraktur.
G.
PEMERIKSAAN
DIANOSTIK
Pemeriksaan
tergantung pada kondisi dasar perlunya amputasi yang digunakan untuk menentukan
tingkat yang tepat untuk ampotasi:
1) Poto
rontgen : Mengidentifikasi afnormal litas tulang
2) CT
Scan :Mengidentifikasi lesineupalstik,osteumielitis,pembetukan hematoma.
3) Angiugeraf
dan pemeriksaan aliran darah:Mengepaluasi perubahan sirkulasi/perfusi jaringan
dan membantu memperkirakan putensial penyembuhan jaringan setelah amputasi
4) Ultrasound
Doppler,flowmetri Doppler:Dilakukan untuk mengkaji dan mengukur aliran darah.
5) Tekanan
O2 transkutaneus:memberi peta area perfusi paling besar dan paling
kecil dalam keterlibatan ekstermitas.
6) Termografi:mengukur
perbedaan suhu pada tungkai iskemik pada 2 sisi,dari jaringan kutaneus ketengah
tulang perbedaan yang rendah antara 2 pembacaan mungkin besar kesempatan untuk
sembuh.
7) Pletismogfari:mengukur
tekanan darah sekmental bawah terhadap ekstermitas bawah mengevaluasi aliran
darah arteria.
8) Lajuendap
darah:peninggian menginditasikan respon implemasi
9) Kultur
luka:mengidentifikasi adanya impeksi dan organisme penyebab.
10) Biobsi:mengkonfirmasi
diagnose masa menigna/maligna hitung darah lengkap/diferensial:peninggian dan
“perpindahan ke kiri” diduga proses
infeksi.
H.
JENIS
AMPUTASI
Jenis amputasi dibedakan menjadi 2 :
1. Berdasarkan
pelaksanaan amputasi
a. Amputasi
selektif atau terencana
Amputasi
jenis ini dilakukan pada penyakit yang terdiagnosis dan mendapatkan penanganan
yang baik serta terpantau secara terus menerus.Amputasi dilakukan sebagai
salahsatu tindakan alternative terakhir
b. Amputasi
akibat trauma
merupakan amputasiyang terjadi sebagai akibat
trauma yang tidak direncanakan.Kegiatan tim kesehatan adalah memperbaiki
kondisi lokasi amputasi serta memperbaiki kondisi umum klien
c. Amputasi
darurat
Kegiatan
amputasi dilakukan secara darurat oleh tim kesehatan.Biasanya merupakan
tindakan yang memerlukan kerja yang cepat seperti trauma dengan patah tulang
multiple dan kerusakan atau kehilangan kulit yang luas.
2. Berdasarkan
amputasi yang dikenal
a. Amputasi
terbuka
Amputasi
terbuka dilakukan pada kondisi infeksi yang berat dimana pemotongan pada tulang
dan otot pada tingkat yang sama.
b. Amputasi
tertutup
Amputasi
tertutup dilakukan dalam kondisi yang lebih memungkinkan dimana dibuat skaif
kulit untuk menutup luka yang dibuat dengan memotong kurang lebih 5 cm di bawah
potongan otot dan tulang.
PEMBEBATAN
A. Pengertian
Pembebatan
Pembalutan/bebat adalah penutupan suatu bagian tubuh
yang cedera dengan bahantertentu dan dengan tujuan tertentu. Pembebatan
mempunyai peran penting dalammembantu mengurangi bengkak, kontaminasi oleh
mikroorganisme dan membantumengurangi ketegangan jaringan luka.
B. Tujuan
Pembebatan
• Tujuan
Tujuan pembalutan meliputi satu atau lebih hal-hal
berikut :
1. Menahan
sesuatu seperti :
a. Menahan
penutup luka
b. Menahan
pita traksi kulit
c. Menahan
bidai
d. Menahan
bagian tubuh yang cedera dari gerakan dan geseran (sebagai “splint”)
e. Menahan
rambut kepala di tempat
2. Memberikan
tekanan, seperti terhadap :
a. kecenderungan
timbulnya perdarahan atau hematom
b. Adanya
ruang mati (dead space)
3. Melindungi
bagian tubuh yang cedera
4. Memberi
“sport” terhadap bagian tubuh yang cedera
• Manfaat
bebat :
1. Menopang
suatu luka, misal tulang yang patah.
2. ".Mengimobilisasi
luka, misal bahu yang keseleo.
3. Memberikan
tekanan, misal pada ekstremitas in%erior dapat meningkatkan lajudarah vena
4. Menutup
luka, misal pada operasi abdomen yang luas.
5. Menopang
bidai (dibungkuskan pada bidai)
6. Memberi
kehangatan, missal bandage flanel pada sendi rematik.
C. Prinsip
prinsip pembalutan
• Prinsip-prinsip
pembalutan
1. pembalutan
harus rapat rapi jangan terialu erat karena dapat mengganggu sirkulasi.
2. jangan
terialu kendor sehingga mudah bergeser atau lepas
3. ujung-ujung
jari dibiarkan terbuka untuk mengetahui adanya gangguan sirkulasi.
4. Bila ada
keluhan balutan terlalu erat hendaknya sedikit dilonggarkan tapi tetap rapat,
kemudian evaluasi keadaan sirkulasi.
• Syarat-syarat
pembalutan/pembebatan
1. Mengetahui
tujuan yang akan dikerjakan mengetahui seberapa batas fungsi bagian tubuh
tersebut dikehendaki dengan balutan.
2. Tersedia bahan-bahan
memadai sesuai dengan tujuan pembalutan, bentuk besarnya bagian tubuh yang akan
dibalut
D. Tipe
tipe pembebat
• Tipe-tipe
Pembebat :
1. Strectable
roller bandage
a. Terbuat
dari kain, kassa, flannel, atau bahan elastik. Kebanyakan terbuat dari kassa
karena mudah menyerap air dan darah, serta tidak mudah longgar.
b. Jenis-jenisnya
:
1) Lebar 2,5
cm : digunakan untuk jari tangan, kaki
2) Lebar 5 cm
: digunakan untuk leher dan pergelangan tangan
3) Lebar 7,5
cm: digunakan intuk kepala, lengan atas, fibula, kaki
4) Lebar 10
cm : digunakan untuk daerah femur dan pinggul
5) Lebar
10-15 cm : digunakan untuk dada, abdomen, dan punggung,.
6) Triangle
cloth
a) berbentuk
segitiga dan terbuat dari kain masing-masing 50-100 cm
b) digunakan
untung bagian tubuh yang berbentuk lingkaran atau untuk menyokong bagian tubuh
yang luka
c) biasa
dipakai pada luka kepala, bahu, dada, tangan, kaki, lengan atas.
2. Putaran Dasar Dalam Pembebatan
a. Putaran
Spiral
• Digunakan
untuk membebat bagian tubuh yang mempunyai lingkaran sama missal lengan
atas,kaki
• Putaran
dibuat dengan sudut kecil 30 derajat dan setiap putaran meutup 2/3 lebar
bandage dari putaran sebelumnya
b. putaran
sirkuler
• Biasanya
digunakan untuk mengakhiri pembebatan, juga untuk menutup bagian tubuh yang berbentuk
silinder/tabung misalnya pada bagian proximal jari ke lima. Biasanya tidak
digunakan untuk menutup daerah luka karena menimbulkan ketidaknyamanan
• Bebat
ditutupkan pada bagian tubuh setiap putaran akan menutup dengan tepat bagian
putaran sebelumnya.
c. putaran
spiral terbalik
• Digunakan
untuk membebat bagian tubuh dengan bentuk silinder yang berdiameter tidak sama,
misalnya pada tungkai bawah kaki yang berotot.
• Bebat
diarahkan keatas dengan sudut 30 derajat, kemudian letakkan ibu jari dari tangan
yang bebas disudut bagian atas dari bebat. Bebat diputarkan membalik sepanjang
14 cm, dan tangan yang membebat
diposisikan pronasi sehingga bebat menekuk diatas bebat tesebut dan
lanjutkan putaran seperti sebelumnya.
d. Putaran
berulang
• Digunakan
untuk menutup bagian bawah dari tubuh misalnya tangan, jari, atau pada bagian
tubuh yang diamputasi
• Bebat
diputarkan secara sirkuler dibagian proximal . kemudian ditekuk membalik dan
dibawa kearah sentral menutup semua bagian distal. Kemudian bagian inferior,
dengan dipegang tangan yang lain dibawa kembali kearah kiri dan bagian sentral
bebat. Pola ini dilanjutkan bergantian kearah kanan dan kiri saling tumpang
tindih tetapi pada putaran awal
e. Putaran
angka delapan
• Biasanya
digunakan untuk membebat siku,lutut,tumit. Bebat diakhiri dengan dua putaran
sirkuler menutupi bagian sentral sendi. Kemudian bebat dibawa keatas
persendian, membuat putaran seperti angka delapan. Setiap putaran dilakukan
keatas dan ke bawah dari persendian dengan menutup putaran sebelumnya dengan
2/3 lebar bebat. Lalu diakhiri dengan dua putaran sirkuler diatas persendian.
E. Macam-macam
bahan pembalutan
Macam-macam bahan pembalutan
1. Pembalut
pita
Pembalut bentuk pita ada bermacam-macam :
• Pembalut
kasa gulung
Biasanya untuk pembalut luka sederhana atau pembalut
gips. Pembalut kasa dipakai bila diperlukan pembalut yang kaku dan kuat
misalnya untuk penutup kepala, bidai, pembalut gips (aat ini jarang dipakai).
Disamping itu bisa juga dibuat dari kain katun atau kain flannel, dan
seringkali dipakai untuk tujuan PPGD.
• Pembalut
elastis
Tersedia ditoko dengan ukuran 4 dan 6 inch. Bisa
dipakai untuk berbagai tujuan : penahan, penekanan, pelindung dan penyangga,
sehingga pemakaiannya sangat luas
• Pembalut
tricot
Terdiri dari rain seperti kain kassa sehingga agak
elastic bagian tengahnya diisi kapas sehingga berbentuk bulat panjang. Tersedia
ditoko dengan berbagai ukuran : 2,4,6 dan 10 inch. Pemakaiannya sebagai bebat,
tekan, penahan, penyangga dan pelindung.
• Lain-lain
“stocking” elastic , terbuat dari bahan elastic
dengan tekanan tertentu. Yang lain misalnya baju elastic “butterfly”, terbuat
dari plester kecil untuk merapatkan luka-luka kecil tanpa di jahit.
F. Teknik
Pembebatan
Luka
dan patah tulang akibat kecelakaan atau trauma merupakan salah satu kondisi
yang sering terjadi. Dan pertolongan terhadap luka yang paling sering dapat
dilakukan pertama adalah dengan melakukan pembalutan. Prinsip membalut ialah untuk menahan sesuatu
agar tidak bergeser dari tempatnya. Sehingga tujuan pembalutan adalah:
1.
Mempertahankan
bidai, kasa penutup dan lain-lain
2.
Imobilisasi,
dengan menunjang bagian tubuh yang cedera dan menjaga agar bagian tubuh yang
cedera tidak bergerak
3.
Sebagai
penekan untuk menghentikan perdarahan dan menahan pembengkakan
4.
Mempertahankan
keadaan asepsis Secara umum untuk
melakukan pembalutan diperlukan prosedur berikut :
1.
Menanyakan
penyebab luka atau bagaimana luka tersebut terjadi
2.
Memperhatikan
tempat atau letak yang akan dibalut dengan berdasar pada permasalahan berikut :
a.
Bagian
tubuh yang mana?
b.
Apakah
ada luka terbuka atau tidak?
c.
Bagaimana
luas luka?
d.
Apakah
perlu membatasi gerak bagian tubuh tertentu? Jika ada luka terbuka, maka
sebelum dibalut perlu diberi desinfektan atau dibalut dengan pembalut yang
mengandung desinfektan. Demikian pula jika terjadi dislokasi, maka perlu
dilakukan tindakan reposisi terlebih dahulu
3.
Memperhatikan
bentuk-bentuk bagian tubuh yang akan dibalut, yaitu:
a.
Bentuk
bulat seperti kepala
b.
Bentuk
silinder seperti leher, lengan atas, jari tangan dan tubuh
c.
Bentuk
kerucut seperti lengan bawah dan tungkai atas
d.
Bentuk
persendian yang tidak teratur
4.
Memilih
jenis pembalut yang akan dipergunakan (bisa salah satu atau kombinasi)
5.
Menentukan
posisi balutan dengan mempertimbangkan hal-hal berikut :
a.
Membatasi
pergeseran / gerak bagian tubuh yang perlu difiksasi
b.
Sesedikit
mungkin membatasi gerak bagian tubuh yang lain
c.
Mengusahakan
posisi balutan yang paling nyaman untuk kegiatan pokok korban
d.
Tidak
mengganggu peredaran darah (misalnya pada balutan berlapis, maka lapis yang
paling bawah diletakkan di sebelah distal)
e.
Balutan
diusahakan tidak mudah lepas atau kendor Bentuk pembalut yang dapat digunakan
terdapat beberapa bentuk :
1.
Plester
biasanya dipergunakan untuk menutup luka yang telah diberi antiseptik. Juga
dapat dipakai merekatkan penutup luka dan fiksasi pada sendi yang terkilir.
2.
Pembalut pita/gulung dapat dibuat dari kain
katun, kain kasa, flannel ataupun bahan elastik. Di pasaran, yang banyak dijual
sebagai pembalut pita adalah yang terbuat dari kain kasa. Ada beberapa ukuran pembalut pita/gulung: -
Pembalut pita ukuran 2,5 cm untuk jari-jari - Pembalut pita ukuran 5 cm untuk
leher dan pergelangan tangan - Pembalut pita ukuran 7,5 cm untuk kepala, lengan
atas, lengan bawah, betis dan kaki. - Pembalut pita ukuran 10 cm untuk paha dan
sendi panggul - Pembalut pita ukuran >10 - 15 cm untuk dada, punggung dan
perut
3.
Mitela
merupakan kain segitiga sama kaki dengan panjang kaki 90 cm, terbuat dari kain
mori. Pada penggunaannya seringkali dilipat-lipat sehingga menyerupai dasi.
Dalam hal ini mitela dapat diganti dengan pembalut pita.
4.
Funda
adalah kain segitiga samakaki yagn sisi kiri dan kanannya dibelah 6 – 10 cm
tingginya dari alas, sepanjang kurang lebih 1/3 dari panjang alas dan sudut
puncaknya dilipat ke dalam. Ada beberapa kegunaan dari pembalut funda ini
seperti funda maksila, funda nasi, funda frontis, funda vertisis, funda
oksipitis dan funda kalsis.
5.
Platenga
merupakan pembalut segitiga yang dibelah dari puncak sampai setengah tingginya.
Pembalut ini biasa digunakan pada pembalutan payudara/mammae untuk mengurangi
nyeri mastitis atau untuk membalut perut atau panggul.
A.1. Cara membalut dengan pita
(gulung) Pembalut pita dapat digunakan
sebagai pengganti pembalut yang berbentuk segitiga. Secara umum cara membalut
dengan pita dapat mengikuti langkah-langkah berikut:
a. Berdasar pada besar bagian
tubuh yang akan dibalut, maka dipilih pembalut pita dengan ukuran Iebar yang
sesuai.
b. Pembalutan biasanya dibuat
bebrapa lapis, dimulai dari salah satu ujung yang dibalutkan mulai dari
proksimal bergerak ke distal untuk menutup sepanjang bagian tubuh yang akan
dibalut, kemudian dari distal ke proksimal dibebatkan dengan arah bebatan
saling menyilang dan tumpang tindih antara bebatan yang satu dengan bebatan
berikutnya.
c. Kemudian ujung pembalut yang
pertama diikat dengan ujung yang lain secukupnya.
Beberapa teknik
penggunaan pembalut pita antara lain :
1.
Balutan
sirkuler (spiral bandage) Digunakan untuk membalut bagian tubuh yang berbentuk
silinder. Caranya: Pembalut mula-mula dikaitkan dengan 2-3 putaran, lalu pada
saat membalut tepi atas balutan harus menutupi tepi bawah balutan sebelumnya,
demikian seterusnya.
2. Balutan pucuk rebung (spiral
reverse bandage) Digunakan untuk membalut bagian tubuh yang berbentuk kerucut.
Caranya: Setelah pembalut dikaitkan dengan 2-3 putaran, maka pembalut diarahkan
ke atas dengan menyudut 45°, lalu di tengah pembalut tadi dilipat mengarah ke
bawah dengan sudut 45° juga, demikian seterusnya.
3. Balutan angka delapan (figure of
eight) Teknik balutan yang dapat digunakan pada hampir semua bagian tubuh,
terutama pada daerah persendian. Pada kasus terkilir, ligamentum yang sering
robek ialah yang terletak di lateral, karena itu kaki diletakkan dalam posisi
eversi/rotasi eksterna untuk mengistirahatkan dan mendekatkan kedua ujung
ligamentum tersebut baru kemudian dibalut. Caranya: - Pembalut mula-mula
dililitkan di pergelangan beberapa kali, lalu diteruskan ke punggung kaki
(dalam hal membalut pergelangan kaki), melingkari telapak kaki, naik lagi ke
punggung dan pergelangan kaki, demikian seterusnya sehingga membentuk angka
delapan. - Untuk menghindari menghindari teregangnya balutan ini, dipergunakan
plester selebar 2-3 cm. Plester tersebut dilekatkan dari sisi medial
pergelangan melingkari telapak kaki ke sisi lateral, lalu dari sisi medial
punggung kaki melingkari rtumit ke sisi lateral, demikian seterusnya dengan
diselang-seling. Plester harus cukup panjang hingga mencapai kulit yang tak
terbalut. Balutan ini harus diganti setiap 4-6 hari.
4.
Balutan
rekurens (recurrent bandage) Balutan ini dapat dilakukan pada kepala atau ujung
jari, misalnya pada luka di puncak kepala.
Caranya: Pembalut dilingkarkan di kepala tepat di atas telinga 2-3 kali.
Setelah pembalut mencapai pertengahan dahi, dengan dipegang oleh seorang pembantu
pembalut ditarik ke oksiput dan disini dipegang oleh pembantu, lalu pembalut
kembali ditarik ke dahi. Setelah seluruh kepala tertutup, ujung-ujung bebas di
dahi dan di oksiput ditutup dengan balutan sirkuler lagi. Lalu diperkuat dengan
plester selebar 2-3 cm mengelilingi dahi sampai oksipital.
A.2. Cara membalut dengan
mitella Dalam kasus pertolongan pertama,
pembalut segitiga sangat banyak gunanya, sehingga dalam perlengkapan medis
pertolongan pertama pembalut jenis ini sebaiknya disediakan lebih dari satu
macam.
Mitella dipergunakan untuk membalut bagian
tubuh yang berbentuk bulat. Dapat pula untuk menggantung lengan yang cedera.
Selain itu dapat dilipat sejajar dg alasnya, menjadi pembalut bentuk dasi
(cravat), dalam hal ini mitella dapat diganti dengan pembalut pita. Secara umum cara membalut dengan pita dapat
mengikuti langkah-langkah berikut:
a.
Salah
satu sisi mitella dilipat 3-4 cm sebanyak 1-3 kali.
b. Pertengahan sisi yang telah
terlipat diletakkan di luar bagian yang akan dibalut, lalu ditarik secukupnya
dan kedua ujung sisi itu diikatkan.
c.
Salah
satu ujung lainnya yang bebas ditarik dan dapat diikatkan pada ikatan (b)
diatas, atau diikatkan pada tempat lain atau dapat dibiarkan bebas, hal ini
tergantung tempat dan kepentingannya.
A.2.1. Membalut
tubuh
1.
Membalut
dada Puncak kain segitiga diletakkan di salah satu bahu penderita, sedang sisi
alasnya dirapatkan di perut dan kedua sudut alasnya ditarik ke punggung
kemudian disimpulkan. Puncak kain tadi dari atas bahu ditarik ke punggung dan
disimpulkan dengan salah satu sudut alas.
2.
Membalut
punggung Pemasangan pembalut dibalik, merujuk pada cara membalut dada
diatas.
A.2.2. Membalut
anggota tubuh dan persendian
1.
Membalut
sendi siku atau sendi lutut Sendi siku (atau sendi lutut) dibalut pada posisi
dengan nyeri yang minimum. Sebuah kain segitiga berbentuk dasi selebar 20 cm,
bagian tengahnya diletakkan pada lekuk siku (atau lekuk lutut) dan ujung-ujungnya
dililitkan mengelilingi sendi – ujung atas mengelilingi lengan atas (atau
tungkai atas) dari proksimal ke lekuk sendi, sedang ujung bawah mengelilingi
lengan bawah (atau tungkai bawah) dari distal ke lekuk sendi. Lalu kedua ujug
itu disimpukan di sisi lateral sendi.
2. Menggendong lengan
a. Pilihlah jenis dan ukuran
pembalut mitella yang sesuai dengan keadaan luka dan postur pasien
b. Letakkan kain segitiga di depan
dada dan di bawah lipatan ketiak, dengan puncak alas kain mengarah ke sisi
lengan yang cedera dan salah satu sudut alas kain ujungnya mencapai belakang
leher dari sisi yang berlawanan dengan lengan yang cedera
c. Dalam posisi badan tegak,
lekukkan siku dan letakkan lengan bawah yang patah di atas kain dalam posisi
datar
d. Untuk mengurangi perdarahan atau
pembengkakan, letakkan jari tangan lebih tinggi daripada siku
e. Lipatlah ke atas sudut alas lain
dengan ujung mencapai belakang leher dari arah sisi yang cedera sehingga
membungkus lengan bawah seperti menggendong
f. Simpul kedua ujung alas kain di
belakang leher, dengan posisi tidak boleh terletak di tengah untuk menghindari
simpul menekan kulit ke tulang belakang, dan juga tidak boleh diletakkan diatas
pleksus brakialis
g.
Tarik
puncak kain di lateral siku ke arah ventral dan lekatkan dengan peniti.
3.
Membalut
pergelangan tangan Sebuah kain segitiga berbentuk dasi bagian tengahnya
diletakkan di telapak tangan; ujung-ujungnya disilang di punggung tangan, lalu
mengitari pergelangan tangan dan disimpulkan disitu.
4.
Membalut
tumit dan dan pergelangan kaki Kain segitiga dilipat-lipat dari sisi alas
sampai 2/3 tinggi kain, lalu letakkan alas (yang telah dilipat tadi) di pangkal
tumit. Kedua ujungnya dililitkan di pergelangan kaki membentuk angka delapan;
setelah diulang secukupnya, lalu disimpulkan di sisi dorsal pergelangan
kaki.
DAFTAR
PUSTAKA
Doengoes,
Marylinn E. 2000. Rencana Asuhan
Keperawatan : Pedoman untuk Perencanaan dan
Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta: EGC
Lukman
dan Ningsih, Nurna. 2009. Asuhan
Keperawatan pada Klien dengan Gangguan Sistem
Muskuloskeletal. Jakarta: Salemba Medika
Muttaqin,
Arif. 2008. Buku AjarAsuhan Keperawatan
Klien Gangguan Sistem Muskuloskeletal.
Jakarta: EGC
2011. Buku
SakuAsuhan Keperawatan Klien Gangguan Sistem Muskuloskeletal.
Jakarta: EGC
Suratun
, dkk. 2008. Klien Gangguan Sistem
Muskuloskeletal. Jakarta: EGC
Smeltzer,
Suzanne C. 2001. Buku Ajar Keperawatan
Medikal Bedah Brunner & Suddarth.
Jakarta: EGC
Tidak ada komentar:
Posting Komentar